HARIKA – Pasca pandemi saat ini tercatat ada 345 juta orang di seluruh dunia hadapi masalah kelaparan. Dunia masih akan menghadapi masalah kemiskinan, kelaparan dan persoalan pemenuhan kebutuhan dasar pangan. Krisis terbesar yang mengancam saat ini di depan mata adalah “Krisis Pangan”.
Mereka yang paling merasakan dampak krisis ini adalah para pengungsi yang berasal dari dan berada di dalam wilayah-wilayah konflik, yang tak kunjung membaik hingga kini. Gaza dan Tepi Barat (Palestina), Syam (Lebanon, Suriah, perbatasan Turki), Yaman di kawasan Timur Tengah, lalu Uyghur, Kashmir, Rohingya di kawasan Asia Barat dan Asia Tengah. Di periode Musim Dingin dan Moonson jelang akhir tahun dan awal tahun, situasinya semakin bertambah sulit untuk mereka.
Ketidaklayakan tempat tinggal, kekurangan bahan pangan, ketiadaan pakaian serta perlengkapan musim dingin jadi masalah besar bagi saudara-saudara muslim global yang hidup di wilayah konflik.
Jalur Gaza dan Tepi Barat (termasuk Yerusalem Timur) dalam kondisi yang tak jauh berbeda. Keduanya sama-sama diblokade. Jalur Gaza terpenjara dengan blokade wilayah, sementara warga Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem terblokade dengan seratusan lebih check-point termasuk teror berkelanjutan perampasan rumah serta tanah.
Mulai pertengahan Desember lalu, sebagai penanda masuknya musim dingin, curah hujan semakin tinggi membasahi tanah Gaza. Curah hujan yang tinggi ini sering membuat beberapa wilayah di Gaza tergenang oleh banjir.
Ini karena di wilayah-wilayah itu mengandalkan pompa air–berbahan bakar minyak untuk mengalirkan air yang meluap, yang kerap kehabisan bahan bakar minyak. Ya, bahan bakar minyak, listrik dan gas sejak bertahun-tahun silam sudah menjadi barang langka di Jalur Gaza. Rumah tinggal, sekolah, masjid sampai rumah-rumah sakit pun hanya bisa mengandalkan pasokan listrik (dari Israel) 4-6 jam sehari. Sementara bahan bakar minyak tak hanya langka, tapi juga mahal.
Di musim dingin tahun ini, warga Gaza masih harus terus bertahan hidup dengan sumber daya sebisanya. Keluarga-keluarga yang kehilangan rumah akibat agresi setiap tahun Israel, belum bisa mendirikan rumahnya lagi secara utuh. Apalagi keluarga-keluarga yang menempati rumah-rumah semi permanen, di beberapa wilayah di Jalur Gaza.
Mereka harus menjalani musim dingin yang di malam hari suhu bisa mendekati 0 ̊celcius, tanpa persiapan. Sulitnya kondisi ekonomi Gaza dan masih langkanya peluang kerja, makin membebani Jalur Gaza dan warganya. Penduduk Gaza tak punya cukup pakaian musim dingin, perlengkapan tidur, tak punya penghangat ruangan dan kekurangan bahan pangan untuk menghadapi musim dingin yang berlangsung sampai awal Maret nanti.
Mari teruskan kepedulian untuk Saudara-saudara muslim kita di Palestina, Syam, Uyghur, Rohingya, Afrika dan di beberapa belahan lain dunia.