240 hari sudah invasi besar-besar terhadap Gaza berlangsung, tanpa ada kejelaskan kapan perang akan berakhir. Masyarakat mengungsi ke tempat yang “aman” sebagai mana dijelaskan sama UNRWA, sebuah badan PBB untuk pengungsi Pelastina.
Rafah, sebuah kota kecil di Jalur Gaza, yang berbatasan langsung dengan Mesir, merupakan harapan terakhir pengungsi. Namun serangan berupa serangkaian bom ditujukan kepada tenda-tenda pengungsi di sana. Sungguh keji, anak-anak tak berdosa menjadi korban, tak sedikit yang terpanggang hidup-hidup di sana.
Kini semua mata tertuju ke Rafah, ketukan, kecaman disampaikan dari seanter dunia atas tindakan biadab Israel dengan IDF-nya. Tak putus-putus dukungan dunia untuk menghentikan perang, namun belum membuat Israel bergeming. Ya, karena mereka masih dapat dukungan dari Amerika dan sekutu baratnya.
Tidak ada lagi tempat yang aman di Jalur Gaza, dari Jabalia Gaza Utara, terus ke Gaza City sampai ke Rafah. Rafah sendiri cuma 64 km2, tapi dihuni oleh satu juta lebih pengungsi Palestina. Sebelum badan dunai UNRWA mengkampanyekan Rafah sebagai wilayah aman, dan bantuan kemanusiaan dipusatkan di Rafah.
Tentara IDF juga sudah merangkek ke wilayah Rafah. Kita tidak bisa tinggal diam, kekejaman ini harus disuarakan sampai Palestina mendapatkan kemerdekaan secara penuh dan berdaulat. Pengakuan dunia atas negara Palestina seakan belum cukup, karena tanah air mereka masih terjajah.
Doa kami yang tulus dari hari buat saudara-saudara kami Palestina, khususnya Jalur Gaza. Jangan sekali-kali lepaskan pandangan kita ke sana, All eyes on Rafah.